Dalam menghadapi tantangan krisis konflik dan meningkatnya sentimen ekstrem, kebijakan toleransi dan demokrasi kebangsaan menjadi landasan yang krusial dalam membentuk masyarakat yang berdampingan dengan damai. Hal ini dibahas dalam Focus Group Discussion (FGD) "Literasi dan Advokasi Kebijakan Toleransi dan Demokrasi Kebangsaan" yang diselenggarakan oleh Yayasan Bani Abdurahman Wahid (YBAW), bertempat di Lab Big Data Gedung BA Lt. 4, FISIPOL UGM pada 18 Januari 2024. Dalam FGD tersebut, para peserta membahas berbagai aspek kebijakan yang dapat mendukung toleransi dan memperkuat demokrasi di seluruh lapisan masyarakat. FGD tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Dalam Negeri, Unsur Tim Keamanan TPOA, Imparsial, Wahid Foundation, Koalisi KBB, Srikandi Lintas Iman, DIAN Interfidei, LKiS, CRCS UGM, PolGov UGM, Elsa Semarang, ISAIS UIN Sunan Kalijaga, LBH Yogyakarta, AJI Yogyakarta, dan Pusham UII. Hadir Sdr. Rangga Kurnia Sakti, selaku Analis Kebijakan Ahli Muda Pokja OINP yang mewakili Biro KTLN Kementerian Sekretariat Negara dalam acara tersebut.
Indonesia, dengan keberagaman budaya, agama, dan pandangan politiknya, merupakan negara yang unik. Namun, di tengah kekayaan keberagaman ini, Indonesia juga menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan dan memperkuat nilai-nilai toleransi dan demokrasi di dalam masyarakatnya. Saat ini, di tengah perubahan dinamika sosial dan politik yang cepat, upaya untuk mempromosikan harmoni antaragama, pluralisme, dan partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan menjadi semakin penting. Kehadiran demokrasi di Indonesia seharusnya sebagai sistem pemerintahan yang menganut prinsip kebebasan, keadilan, dan partisipasi rakyat. Tetapi pada kenyataanya kini dihadapkan pada tantangan serius akibat penyimpangan yang semakin mencuat. Berbagai isu dan kejadian terbaru menunjukkan adanya gangguan terhadap prinsip-prinsip demokrasi, mengundang keprihatinan dari berbagai kalangan.Survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa hanya 41,2% responden yang menyatakan puas dengan proses demokrasi di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum puas dengan peran mereka dalam proses demokrasi.
Salah satu tantangan utama yang dihadapi Indonesia dalam hal toleransi adalah meningkatnya polarisasi politik. Data menunjukkan bahwa perpecahan ideologis dapat merugikan prinsip toleransi, mengakibatkan terpecahnya masyarakat menjadi kelompok-kelompok yang kurang cenderung berdialog konstruktif. Berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia pada tahun 2023, 54,5% responden menyatakan bahwa polarisasi politik di Indonesia semakin meningkat. Hal ini tercermin dari meningkatnya sentimen negatif terhadap kelompok politik yang berbeda. Tantangan lain yang dihadapi Indonesia adalah peran media dan teknologi. Penggunaan teknologi informasi dapat memberikan dampak besar pada persepsi masyarakat terhadap isu-isu politik dan agama. Oleh karena itu, bagaimana media mengelola informasi dapat mempengaruhi tingkat toleransi. Survei yang dilakukan oleh Google Indonesia pada tahun 2022 menunjukkan bahwa 78% responden Indonesia mendapatkan informasi politik dari media sosial. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial memiliki peran penting dalam membentuk opini publik terkait isu-isu politik.
Tantangan ketiga yang dihadapi Indonesia adalah kebebasan beragama dan berkeyakinan. Adanya kasus intoleransi terhadap kelompok agama tertentu menjadi sorotan, menunjukkan perlunya langkah-langkah lebih lanjut untuk melindungi hak-hak minoritas. Terakhir, tantangan toleransi di Indonesia juga terkait dengan partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi. Data menunjukkan adanya ketidakpuasan dan keengganan dalam berpartisipasi. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terkait proses politik dapat menjadi solusi untuk meningkatkan partisipasi. Laporan Tahunan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tahun 2023 mencatat adanya 197 kasus intoleransi dan diskriminasi agama. Kasus-kasus ini terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, dan melibatkan berbagai kelompok agama.
Masa depan demokrasi toleransi di Indonesia bergantung pada kemampuan negara untuk menghadapi tantangan ini secara efektif. Perlunya peran aktif pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga pendidikan dalam membangun budaya toleransi tidak dapat diabaikan.Dalam rangka mencapai masa depan yang lebih harmonis, kolaborasi lintas sektor dan upaya bersama untuk membangun pemahaman dan toleransi yang lebih baik di kalangan masyarakat Indonesia menjadi langkah yang tidak dapat dihindari. Dengan demikian, Indonesia dapat memandang masa depan dengan keyakinan bahwa demokrasi toleransi bukanlah impian semata, tetapi tujuan yang dapat diwujudkan melalui upaya bersama.
Kegiatan FGD "Literasi dan Advokasi Kebijakan Toleransi dan Demokrasi Kebangsaan" yang terselenggara berkat kerjasama antara Ford Foundation bersama Kementerian Dalam Negeri dan kolaborasi dengan Tim Perizinan Ormas Asing (TPOA) telah menghasilkan beberapa rekomendasi yang dapat menjadi pijakan bagi pemerintah dan masyarakat sipil dalam upaya membangun toleransi dan demokrasi di Indonesia. Indonesia, sebagai negara yang dikenal dengan keberagaman budaya, agama, dan pandangan politik, menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan dan memperkuat nilai-nilai toleransi dan demokrasi di dalam masyarakatnya. Untuk mencapai tujuan ini, langkah-langkah yang dapat diambil melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, lembaga pendidikan, dan individu.
Pendidikan dan literasi menjadi titik awal yang penting, dengan perluasan materi tentang demokrasi, hak asasi manusia, dan nilai-nilai toleransi dalam kurikulum sekolah, serta pelatihan untuk guru-guru. Selain itu, kampanye kesadaran masyarakat melalui media massa, media sosial, dan kegiatan publik dapat meningkatkan pemahaman tentang pentingnya toleransi dan demokrasi. Mendorong dialog antaragama dan antarbudaya, penguatan hukum dan kebijakan, media yang bertanggung jawab, partisipasi masyarakat aktif, kolaborasi lintas sektor, penelitian dan evaluasi, pendidikan politik, serta peringatan akan sejarah masa lalu yang berkonflik juga menjadi bagian integral dari upaya untuk membangun masa depan yang lebih harmonis, inklusif, dan demokratis di Indonesia. Dengan komitmen kuat dari semua pihak, Indonesia dapat meraih tujuan ini sebagai investasi jangka panjang yang akan membawa dampak positif dalam pembangunan negara ini.
Oleh: Rangga Kurnia Sakti (Analis Kebijakan Ahli Muda, Pokja KST OINP)
Editor : Tim Pokja PSI Biro KTLN