Perwakilan Tim Perizinan Organisasi Masyarakat Asing (TPOA) yang terdiri dari Kementerian Luar Negeri (Direktorat Keamanan Diplomatik dan Direktorat Hukum dan Perjanjian Internasional), Kementerian Sekretariat Negara (Biro Kerja Sama Teknik Luar Negeri), Kementerian Dalam Negeri (Direktorat Organisasi Kemasyarakatan) dan Tim Keamanan TPOA menghadiri undangan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh The Purnomo Yusgiantoro Center (PYC), Kementerian Dalam Negeri, dan Ford Foundation pada hari Rabu (24/01) dan Kamis (25/01), di Hotel Sutasoma, Jakarta Selatan. Sdr. Tara Arani Faza mewakili Pokja Organisasi Internasional Non-Pemerintah Biro KTLN hadir dalam FGD tersebut.
PYC sendiri merupakan sebuah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang penelitian independen terkait isu-isu energi di tingkat lokal, nasional, dan global dengan fokus utama pada ketahanan energi. Saat ini, Pemerintah Indonesia dan PYC sedang melaksanakan sebuah studi mengenai “Reformasi Sektor Energi Untuk Mendukung Transisi Energi Guna Meningkatkan Ketahanan Ekonomi Indonesia” dengan mengundang perwakilan dari sejumlah kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah, terutama daerah-daerah penghasil sumber energi seperti Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Riau, Aceh, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Topik kajian dipilih mengingat agenda besar transisi energi di Indonesia guna mendukung keamanan energi dan menjaga ketahanan ekonomi Indonesia.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan unik dalam mengelola sumber daya energi. Dengan populasi yang terus bertambah dan industrialisasi yang berkembang pesat, kebutuhan akan energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan menjadi sangat kritis. Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis untuk transisi dari penggunaan energi fosil ke energi terbarukan.
Transisi energi tidak hanya penting untuk memenuhi komitmen global Indonesia terhadap perubahan iklim, tetapi juga untuk memastikan keamanan energi, mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil, dan mempromosikan penggunaan sumber energi lokal yang berkelanjutan. Hal ini memerlukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, serta inovasi dan adaptasi kebijakan yang relevan di tingkat lokal. Oleh akrena itu, pelibatan kepala daerah dalam perencanaan dan pelaksanaan strategi transisi energi nasional menjadi sangat penting karena kepala daerah memegang peran kunci dalam mengimplementasikan strategi transisi energi di daerah mereka. Mereka berada di posisi unik untuk memahami kebutuhan spesifik daerahnya, sumber daya lokal yang tersedia, dan dinamika sosial-ekonomi yang mempengaruhi kebijakan energi.
Sesi FGD dibuka oleh Prof. Ir. Purnomo Yusgiantoro selaku pendiri PYC dan turut menghadirkan keynote speaker pada bidang terkait, yakni perwakilan Menteri Dalam Negeri, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), serta Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET). Para pemateri memberikan presentasi masing-masing mengenai isu-isu seputar reformasi sektor energi. Dalam kesempatan tersebut, Prof. Ir. Purnomo menyampaikan Peran Strategis Daerah dalam Implementasi Reformasi Energi, mengingat pemerintah daerah semestinya mengenal potensi-potensi yang ada di daerahnya dan turut mengelola sumber daya daerah serta menerima sumber pendanaan dari pusat seperti dana desa.
Sesi presentasi dilanjutkan dengan materi yang disampaikan oleh pemateri lainnya, antara lain adalah dari Dewan Energi Nasional, yang menyampaikan tentang pentingnya sinkronisasi kebijakan pusat-daerah dalam implementasi reformasi energi di Indonesia. Pada prinsipnya, pengelolaan energi didasarkan pada Undang-Undang nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang menekankan bahwa kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Pedoman ini diturunkan kembali dalam Peraturan Presiden nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional yang dijadikan pedoman Rencana Umum Energi Daerah masing-masing. Oleh karena itu, sinergi antara instansi pusat terkait dan pemerintah provinsi hingga kabupaten sangat penting untuk mengembangkan program yang telah ada dan mengeksplorasi potensi baru daerah.
Dalam praktiknya, menurut ADPMET, reformasi energi dari bahan bakar fosil menjadi energi terbarukan atau minim karbon menemui banyak tantangan, di antaranya adalah kesiapan Indonesia untuk beralih dari bahan bakar fosil. Saat ini, pilihan energi minim karbon yang cukup populer menggantikan bahan bakar fosil adalah gas bumi. Namun, pemanfaatannya terkendala beberapa hal, yakni: 1.) Alokasi anggaran pengembangan dari dana bagi hasil migas belum terkuantifikasi dengan jelas, 2.) infrastruktur pendukung yang belum terbangun dengan maksimal, 3.) Aksesibilitas alokasi gas yang terbatas, 4.) Pembangunan jaringan gas yang jauh dari target nasional, dan 5.) Belum adanya peraturan yang rinci tentang pajak karbon dan pemanfaatannya. Oleh karena itu, sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam rangka pembangunan jaringan gas dan pembangkit tenaga listrik berbasis energi terbarukan dari dana pemerintah maupun hibah menjadi sangat krusial bagi keberlangsungan reformasi energi.
Presentasi selanjutnya adalah Mentari, yakni skema kerja sama Indonesia-Inggris dalam bidang energi minim karbon. Dalam skema kerja sama ini, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bekerja sama dengan Kedutaan Besar Inggris berkolaborasi untuk mengembangkan pengelolaan energi minim karbon di Indonesia. Untuk mewujudkannya, skema kerja sama Mentari memiliki beberapa kegiatan utama, yakni advokasi kebijakan, menjadi perantara antara pemerintah dan investor, mengembangkan proyek percontohan, dan memperluas koneksi kerja sama bagi pemerintah.
Kemudian, acara dilanjutkan dengan FGD. Pemateri dan undangan dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari perwakilan pemerintah pusat, perwakilan daerah, PYC selaku fasilitator, serta perwakilan Mentari. FGD ini bertujuan untuk berbagi informasi, ide dan gagasan, serta menggali potensi-potensi kerja sama baru. Pada kesempatan ini, perwakilan Kementerian Sekretariat Negara yang juga mewakili TPOA memberikan informasi terkait mekanisme administrasi kerja sama teknik, baik mengenai administrasi tenaga asing maupun negosiasi perjanjian bagi peserta FGD. Selanjutnya, PYC selaku fasilitator menyampaikan bahwa nantinya hasil diskusi dari FGD juga akan diserahkan kepada pemerintah sebagai rekomendasi dalam bidang reformasi energi.
Oleh: Tara Arini Faza (Analis Kebijakan Pertama, Pokja OINP)
Editor : Tim Pokja PSI Biro KTLN