Mengenang Gus Dur: Melangkah ke Depan dengan Pemikiran Demokratis

20-Jan-2024
OINP

Pada Jumat, 19 Januari 2024, komunitas Gusdurian Yogyakarta merayakan Peringatan Haul ke-14 Gus Dur di Pura Jagatnata Banguntapan, Yogyakarta, dengan tema inspiratif, "Belajar dari Gus Dur: Menuju Indonesia yang Adil, Damai, dan Bermartabat." Acara ini menjadi momen penting untuk merenung dan memahami warisan pemikiran Gus Dur dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Jaringan Gusdurian melalui Yayasan Bani KH Abdurrahman Wahid yang merupakan mitra lokal dari Ford Foundation mengundang Biro KTLN Kementerian Sekretariat Negara untuk hadir menjadi peserta sekaligus observer dalam kegiatan dimaksud. Hadir Sdr. Rangga Kurnia Sakti sebagai analis kebijakan ahli muda mewakili Biro KTLN dalam kegiatan yang berlangsung khidmat penuh rasa kekeluargaan. 

 

 

 

Gus Dur, seorang figur utama dalam sejarah Indonesia, seringkali merespons dinamika politik dengan pemikiran kritisnya tentang demokrasi. Pada era pemerintahan orde baru, yang ditandai dengan kecenderungan kepemimpinan 'sentralistik', demokrasi seringkali dijalankan dengan semacam ilusi, termasuk pembatasan kebebasan pers sebagai contoh konkret. Gus Dur berkomitmen untuk membangun dasar demokrasi yang sejati, jauh dari kepura-puraan. Saat melihat situasi masa kini, terasa bahwa tantangan terhadap demokrasi masih ada, meskipun dengan nuansa yang berbeda. Pemikiran Gus Dur tentang demokrasi berperan sebagai respons terhadap realitas politik yang ada, dengan fokus pada kebebasan, desentralisasi, dan pemenuhan hak-hak minoritas sebagai elemen kunci. Filosofi Gus Dur muncul dari kegelisahannya terhadap otoritarianisme pemerintahan, di mana ia berupaya keras untuk mengatasi kekerasan yang dilakukan oleh pelaku politik yang menggunakan kedok negara. 

 

Gus Dur mengemukakan beberapa poin sebagai penanda keberhasilan demokrasi sejati, untuk mengatasi 'demokrasi seolah-olah'. Pertama, kedaulatan hukum menjadi dasar utama, dengan konstitusi dan UUD 1945 sebagai landasan yang teguh. Kedua, penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi prinsip yang tidak dapat dikompromikan, karena dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari nilai kemanusiaan dan agama. Ketiga, Gus Dur menyoroti pentingnya menghargai keragaman di Indonesia, dengan beragam suku, ras, keyakinan, dan bahasa. Dengan pendekatan pluralisme, keragaman dianggap sebagai kekuatan untuk memperkuat demokrasi. Gus Dur mengaitkan konsep pluralisme dengan nilai keislaman, melihat inklusivitas terhadap peradaban lain sebagai ekspresi universalisme Islam. Keempat, perhatian terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat menjadi bagian tak terpisahkan dari demokrasi. Gus Dur mengingatkan bahwa kesenjangan ekonomi dapat mengancam fondasi demokrasi, sehingga menekankan perlunya fokus pada demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan. 

 

 

Gagasan-gagasan dan tindakan nyata Gus Dur dalam mewujudkan demokrasi sejati harus tetap dijaga dan dikembangkan. Aturan-aturan normatif harus dirancang melalui refleksi filosofis untuk menciptakan kebijakan yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi, dengan akhir tujuan mencapai keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Sebagai penerus pemikiran demokratis Gus Dur, tugas kita adalah melanjutkan perjuangan dan membuat Indonesia menjadi negara yang adil, damai, dan bermartabat. 

 

 

Acara yang berlangsung selama 3 jam, berbagai pemangku kepentingan berkumpul dengan tujuan utama: mendiskusikan, mengidentifikasi tantangan, dan merumuskan langkah-langkah konstruktif untuk mengembangkan ruang demokrasi di Indonesia. Acara ini juga dirancang untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai masalah-masalah politik dan sosial yang berdampak pada demokrasi serta hak-hak warga negara. Salah satu fokus utama acara ini adalah mendiskusikan tantangan khusus yang menghambat perkembangan ruang demokrasi di Indonesia. Diskusi ini diharapkan dapat membuka wawasan dan merumuskan solusi untuk mengatasi pembatasan-pembatasan yang mungkin terjadi, seperti pembatasan kebebasan berpendapat atau ketidaksetaraan akses informasi. 

 

 

Selain itu, acara juga bertujuan untuk membuka ruang dialog inklusif antara pemerintah, pemangku kepentingan, aktivis, akademisi, dan masyarakat umum. Dalam dialog ini, mereka dapat berbicara tentang masalah-masalah yang mempengaruhi penyempitan ruang demokrasi. Tujuannya adalah untuk menciptakan pemahaman bersama dan mencari solusi kolaboratif untuk menjaga dan meningkatkan ruang demokrasi di Indonesia. Poin penting lainnya dalam acara ini adalah membahas bagaimana mewujudkan pemilu yang jujur, adil, dan bermartabat. Dialog inklusif di antara para pemangku kepentingan ini diharapkan dapat menciptakan ruang bagi perubahan dan reformasi dalam sistem pemilu, memastikan bahwa proses demokrasi melibatkan seluruh masyarakat secara transparan dan mendukung kedaulatan rakyat. Acara ini bukan hanya sebagai platform diskusi, tetapi juga sebagai langkah konkret menuju demokrasi yang lebih kuat dan berdaya. Dengan melibatkan berbagai pihak, diharapkan akan tercipta sinergi yang membawa perubahan positif dan memperkuat fondasi demokrasi Indonesia. 
 

 



Oleh : Rangga Kurnia Sakti (Analis Kebijakan Ahli Muda) 

Editor : Tim Pokja PSI Biro KTLN